Saturday 3 March 2012

Silogisme

             Silogisme adalah pola pikir di mana dua statment yang berlainan dihubungkan satu  sama lain, untuk kemudian ditarik kesimpiulan.

Silogisme terdiri dari 3 bagian, yaitu;
  • Premis mayor : suatu pernyataan yang dianggap benar bagi semua anggota dari suatu kelas tertentu.
  • Premis minor : suatu pernyataanyang mengidentifikasikan sebuah peristiwa yang khusus, sebagai   anggota dari kelas tadi.
  • Kesimpulan : Pernyataanyang mengatakan bahwa apa yang benar tentang semua anggota, juga benar atau berlaku pula bagi anggota tertentu tadi.

Untuk menguji kebenaran silogisme, harus diperhatikan hal-hal berikut:
  1. Silogisme harus mengandung tiga premis atau proposisi, yang terdiri dari : premis mayor, premis minor dan kesimpulan
  2. Bila term tengah dari silogisme itu bersifat inklusif-semua, maka kesimpulannya benar. Sebaliknya bila terdapat pernyataan khusus dalam premis, maka kesimpulannya akan menemui kesulitan. Term tengah adalah istilah yang diulang, baik dalam premis mayor atau premis minor.
  3. Jika salah satu dari silogisme bersifat negatif, maka kesimpulannya juga harus bersifat negatif.
  4. Dua dari premis yang negatif tidak dapat ditarik kesimpulan.
  5. Dari dua premis khusus, tidak dapat ditarik kesimpulan.

Silogisme adalah bagian dari penalaran deduktif, sehingga filsuf silogisme sama dengan filsuf deduktif.

Filsuf penalaran deduktif adalah Aristoteles, 

Penalaran deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik (600-300 SM.). Aristoteles, misalnya, menceritakan bagaimana Thales menggunakan kecakapannya untuk mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya akan sangat berlimpah. Karena itu ia membeli semua alat penggiling zaitun dan memperoleh keuntungan besar ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar terjadi.[2]


Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.[3]


Alternatif dari penalaran deduktif adalah penalaran induktif. Perbedaan dasar di antara keduanya dapat disimpulkan dari dinamika deduktif tengan progresi secara logis dari bukti-bukti umum kepada kebenaran atau kesimpulan yang khusus; sementara dengan induksi, dinamika logisnya justru sebaliknya. Penalaran induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat berlaku secara umum.


Penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang spesifik, sementara penalaran induktif menguji informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak potongan informasi yang spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umu. Dengan memikirakan fenomena bagaimana apel jatuh dan bagaimana planet-planet bergerak, Isaac Newton menyimpulkan teori daya tarik. Pada abad ke-19, Adams dan LeVerrier menerapkan teori Newton (prinsip umum) untuk mendeduksikan keberadaan, massa, posisi, dan orbit Neptunus (kesimpulan-kesimpulan khusus) tentang gangguan (perturbasi) dalam orbit Uranus yang diamati (data spesifik).

sehingga secara tidak langsung filsuf silogisme juga Aristoteles.

Sumber Buku: 
Judul Buku  : KOMPOSISI sebuah pengantar kepada kemahiran bahasa
Penulis       : drs.gorys keraf
Penerbit      : NUSA INDAH

Sumber Lain : http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran_deduktif